Bismillahirrahmanirrahim
Sebelum teman-teman membaca artikel ini, sebelumnya saya minta maaf apabila dalam penulisan kali ini terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, setelah teman-teman membaca, diharapkan kritik dan sarannya, sehingga untuk postingan berikut kiranya penulis bisa lebih melengkapi kekurangan sebelumnya.
Sistem reproduksi memiliki 4 dasar yaitu untuk menghasikan sel telur yang membawa setengah dari sifat genetik keturunan, untuk menyediakan tempat pembuahan selama pemberian nutrisi dan perkembangan fetus dan untuk mekanisme kelahiran. Lokasi sistem reproduksi terletak paralel diatas rektum. Sistem reproduksi dalam terdiri dari ovari, oviduct, dan uterus.
Ovari merupakan organ reproduksi yang penting. Terdapat dua ovari yaitu sebelah kanan dan kiri. Besarnya sekitar 1,5 inci dengan tebal sekitar 1 inci dan terletak di dalam suatu membran seperti kantungan ovarian bursa. Ovari bertanggung jawab pada sekresi hormon estrogen dan progesterone dan produksi telur yang baik untuk dibuahi. Telur-telur mulai matang di ovari dalam suatu cairan berisi folikel. Pertumbuhan folikel diatur oleh hormon pituitary, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selanjutnya sel yang mana dibatasi oleh folikel dan dikelilingi sel telur akan mensekresikan estrogen untuk merespon jumlah hormone pituitary hormone lainnya meningkat yaitu Luteinizing Hormone (LH). Jumlah estrogen mencapai maksimum pada saat fase standing heat. Diikuti dengan meningginya LH pada telur yang dilepaskan dari folikel dan ovulasi yang terjadi.
Oviduct merupakan tabung panjang yang menghubungkan ovari dengan uterus. Di ujung terdekat ovari, oviduct dilebarkan ke dalam infundibulum. Selama fase estrus, posisi infundibulum mengelilingi ovari untuk menjaga sel telur yang terovulasi di dalam oviduct. Oleh karena itu, di dalam oviduct, sel telur berjalan ke arah uterus.
Uterus berbentuk Y terdiri dari kanan dan kiri yang terhuung pada oviduct. Jalan dari kedua tanduknya membentuk tubuh uterus. Uterus berfungsi untuk membawa sel sperma menuju oviduct dan membawa nutrisi dan menyediakan tempat untuk perkembangan janin. Pada anak sapi dinding muskular uterus mempunyai kemampuan untuk ekspulsi pada janin.
Pada hewan betina yang dewasa seksual dikenal adanya siklus reproduksi. Siklus reproduksi adalah siklus seksual yang terdapat pada individu betina dewasa seksual dan tidak hamil yang meliputi perubahan-perubahan siklik pada organ-organ reproduksi tertentu misalnya ovarium, uterus, dan vagina di bawah pengendalian hormon reproduksi. Siklus reproduksi meliputi antara lain siklus esterus, siklus ovarium, dan siklus menstruasi.
A. SIKLUS ESTRUS
Pada kebanyakan vertebrata dengan pengecualian primata, kemauan menerima hewan-hewan jantan terbatas selama masa yang disebut estrus atau berahi. Selama estrus, hewan-hewan betina secara fisiologis dan psikologis dipersiapkan untuk menerima hewan-hewan jantan, dan perubahan-perubahan struktural terjadi di dalam organ assesori seks betina. Hewan-hewan monoestrus menyelesaikan satu siklus estrus setiap tahun, sedangkan hewan-hewan poliestrus menyelesaikan dua atau lebih siklus estrus setiap tahun apabila tidak diganggu dengan kehamilan.
Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Pada mencit, siklus estrus terdiri atas beberapa fase utama adalah fase diestrus, fase proestrus, fase estrus, dan fase metestrus.
1. Fase diestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang sangat sedikit dan leukosit dalam jumlah yang sangat banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 55 jam.
2. Fase proestrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti berbentuk bulat, leukosit tidak ada atau sangat sedikit. Lamanya fase ini kurang lebih 18 jam.
3. Fase estrus, adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak, dan beberapa sel epitel dengan inti yang berdegenerasi. Lamanya fase ini kurang lebih 25 jam
4. Fase metestrus adalah fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit yang banyak. Lamanya fase ini kurang lebih 8 jam
Fase-fase siklus estrus dapat didentifikasi dengan membuat apusan vagina. Pengamatan terhadap sitologi apusan vagina dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Aplikasi uji apusan vagina dapat digunakan untuk menentukan aktivitas esterogenik suatu bahan, seperti ditunjukkan pada table 2.1
Tabel 2.1. Aplikasi uji apusan vagina untuk menentukan aktivitas esterogenik suatu bahan
No.
|
Tipe Sel
|
Skor
|
1.
|
Sel epitel menanduk
|
6
|
2.
|
Sel epitel menanduk dan leukosit
|
5
|
3.
|
Sel epitel menanduk dan sel epitel intermediat
|
5
|
4.
|
Sel epitel intermediate dan sel epitel menanduk
|
4
|
5.
|
Sel epitel menanduk, sel epitel intermediate, dan sel epitel intermediate.
|
4
|
6.
|
Sel epitel intermediate, sel epitel intermediate, dan sel epitel menanduk
|
3
|
7.
|
Sel epitel intermediate, sel epitel menanduk, dan leukosit
|
3
|
8.
|
Sel epitel intermediate
|
3
|
9.
|
Leukosit, sel epitel intermediate, dan sel epitel menanduk, dan
|
2
|
10.
|
Leukosit dan sel epitel intermediate
|
1
|
11.
|
Leukosit, sel epitel biasa
|
0
|
Pada saat hewan berada pada fase diestrus, maka pada saat itu hewan-hewan tersebut tidak aktif secara seksual. Semua hewan mamalia betina kecuali primat tingkat tinggi, kopulasi hanya dimungkinkan berlangsung pada periode tertentu di dalam setiap siklus estrusnya. Periode dimana secara psikologis dan fisiologis hewan betina bersedia menerima pejantan dinamakan berahi atau estrus. Ketika berahi, seekor betina berada pada status psikologis yang berbeda secara jelas dibandingkan dengan sisa periode di luar berahi di dalam siklus. Pejantan biasanya tidak menunjukkan perhatian seksual pada betina di luar masa berahi, dan bila pejantan akan mengawini betina, maka hewan betina akan menolak.
Gambar 3.1 Kejadian-kejadian dalam siklus estrus kelinci (A) Reaksi- reaksi utama pada saat estrus, (B) Kejadian-kejadian yang mengiringi perkawinan
Terdapat korelasi antara keadaan fisiologis dengan kejadian- kejadian endokrin reproduksi. Manifestasi berahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu esterogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pemberian esterogen secara eksogen pada hewan betina dapat menimbulkan berahi pada hamper setiap saat selama periode siklus estrus, bahkan pada hewan betina yang diovariektomi.
Sikluis estrus berhubungan erat dengan perubahan organ-organ reproduksi yang berlangsung pada hewan betina.
a. Vagina
Selama masa estrus atau berahi atau perkembangan folikel yang maksimal, serviks mensekresi lender dalam jumlah terbesar dan tercair; atau kalau pada manusia terdapat pada saat ovulasi. Lendir serviks memiliki pH 6,6 s/d 7,5 (Pada sapi rata-rata 6,9), dan pH ini kira-kira tetap stabil sepanjang siklus. Sperma tetap dapat hidup dalam serviks (72 jam pada wanita), jauh lebih baik dibandingkan di dalam vagina yang hanya dalam beberapa jam saja sperma sudah tidak dapat bergerak. pH vagina bersifat alkalis tetapi diantara individu menunjukkan variasi yang luas dan juga terdapat variasi yang luas di dalam siklus. Pada sapi, pH vagihna bervariasi antara 7,5 s/d 8,5. Pada semua species hewan yang telah diselidiki (sapi, kuda, wanita dan tikus), vagina menjadi lebih alkalis selama fase tidak birahi (diestrus bagi hewan non primat) dan menjadi lebih asam selama berahi. Perubahan pH ini disebabkan oleh esterogen telah dapat ditunjukkan dengan injeksi hormon pada wanita dan sapi yang diovariektomi.
Pada tikus dan mencit, perubahan-perubahan yang berlangsung pada vagina meliputi perubahan histologi epitel yang tergambar pada saat dilakukan pengamatan apusan vagina. Epitel vagina secara siklik dirusak dan dibentuk kembali selama siklus, bervariasi dari bentuk skuama berlapis hingga kuboid rendah.
b. Uterus
Bila dilakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan histologi dan morfologi uterus selama siklus, maka akan ditemukan bahwa ukuran maupun histology uterus tidak pernah statis. Perubahan yang sangat nyata terjadi di endometrium dan kelenjarnya. Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar uterus sederhana dan lurus dengan sedikit cabang. Penampilan kelenjar uterus ini menandakan untuk stimulasi esterogen. Selama fase luteal, yakni saat progeteron beraksi terhadap uterus, endometrium bertambah tebal secara mencolok. Diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang-vabang dan berkelok-kelok.
c. Ovarium
Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya folikel dan terlepasnya ovum dari ovarium. Pada sapi, 75% mengalami ovulasi 12 s/d 14 jam setelah berahi berakhir; yang lain mengalami ovulasi lebih awal, yaitu 2,5 jam sebelum berahi berakhir. Pada wanita akan mengalami ovulasi kira-kira hari ke 14 dari siklus. Pada beberapa hewan, variasi saat ovulasi tidak jelas. Hampir mayoritas kelinci tanpa memperhatikan bangsanya, ovulasiterjadi 10 s/d 11 jam setelah kopulasi atau sesudah injeksi dengan hormone yang mengindukdi ovulasi. Pada tikus dan mencit, panjang siklus dan saat ovulasi sangat konstan pada setiap macam strain.
Tabel 2. Panjang siklus, lama berahi, dan waktu ovulasi pada beberap hewan
Hewan
|
Siklus (Hari)
|
Berahi
|
Waktu ovulasi
|
Kuda
|
19-23
|
4-7 hari
|
Sehari sebelum sampai sehari sesudah berahi
|
Sapi
|
21
|
13-17 jam
|
12-15 jam sesuadh akhir berahi
|
Babi
|
21
|
2 – 3 hari
|
30 -40 jam sesudah berahi mulai
|
Domba
|
16
|
30-36 jam
|
18-26 jam sesudah berahi mulai
|
Kambing
|
19
|
39 jam
|
9-19 jam sesudah berahi mulai
|
Marmut
|
16
|
6-11 jam
|
10 jam sesudah berahi mulai
|
Hamster
|
4
|
20 jam
|
8-12 jam sesudah berahi mulai
|
Mencit
|
4
|
10 jam
|
2-3 jam sesudah berahi mulai
|
Tikus
|
4-5
|
13 atau 15 jam
|
8 atau 10 jam sesudah berahi
mulai.
|
Wanita
|
28
|
kontinu
|
Siklus hari ke 12 sampai 15
|
B. SIKLUS MENSTRUASI
Siklus menstruasi adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan primata betina dewasa seksual yang ditandai dengan adanya haid. Pada manusia menstruasi biasanya ber-akhir pada umur di atas 45 hingga 50 tahun, periode ini biasa disebut periode monopause. Lama siklus menstruasi biasanya kurang lebih 28 hari. Siklus menstruasi biasanya dimulai antara usia 12 dan 15 tahun. Periode ini biasa disebut periode menarch, dan terus berlangsung hingga mencapai periode menopause.
Siklus menstruasi terdiri atas 3 fase adalah:
(i) fase proliferasi,
(ii) fase sekresi,
(iii) fase menstruasi.
Fase proliferasi merupakan fase dimana kelenjar endometrium mengalami pertumbuhan sebagai akibat berlangsungnya pembelahan sel secara berulang-ulang.
Fase ini bertepatan dengan perkembangan folikel ovarium dan pembentukan hormone esterogen yang diproduksi oleh sel-sel folikel. Pada fase ini kadar hormon esterogen di dalam plasma darah meningkat. Pada akhir fase ini performance kelenjar tampak lurus, lumen sempit dan sel-sel mulai mengakumulasi glikogen pada daerah disekitar inti, arteri spiralis memanjang dan berkelok-kelok.
Fase sekresi atau fase luteal dimulai setelah ovulasi dan sangat tergantung pada pembentukan korpus luteum yang mensekresikan progesteron.
Progesteron bekerja merangsang sel-sel kelenjar untuk bersekresi. Kelenjar menjadi berkelok-kelok karena lumennya melebar akibat bahan sekret yang terakumulasi di dalamnya.
Pada fase ini endometrium mencapai tebal yang maksimum sebagai akibat penimbunan bahan sekret dan terjadinya oedema stroma. Selama fase ini pembelahan mitosis mulai sangat menurun, sementara itu pemanjangan dan berkelok-keloknya arteri spiralis terus berlangsung dan meluas ke bagian superfisial endometrium.
Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi sehingga tidak ada implantasi. Tidak adanya implantasi menyebabkan tidak terbentuknya plasenta. Tidak adanya plasenta menyebabkan tidak terbentuknyahuman chorionic gonadotrophin (hCG), sehingga tidak ada yang memelihara korpus luteum. Akibatnya korpus luteum
berdegenerasi. Degenerasi korpus luteum menjadi korpus albican menyebabkan produksi progesteron menurun secara drastis hingga mencapai kadar yang tidak mempu mempertahankan penebalan endometrium. Akibatnya terjadi penyusutan dan peluruhan endomet- rium (Junqueiro dan Carneiro, 1982).
Pada akhir fase sekresi, dinding arteri spiralis berkonstraksi, menutup aliran darah dan menimbulkan iskemia yang mengakibatkan kematian (nekrosis) endometrium. Pada stadium ini, deskuamasi endometrium dan rupture pembuluh-pembuluh darah di atas konstriksi berlangsung dan perdarahan mulai timbul (Junqueiro dan Carneiro, 1982). Endometrium sebagian lepas. Jumlah yang hilang pada setiap wanita tidak sama, bahkan pada wanita yang sama pada waktu yang berlainan.
Pada umumnya panjang siklus menstruasi rata-rata berkisar 28 hari. Menstruasi adalah peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah haid berasal dari lumen uterus dan timbul akibat terlepasnya bagian lapisan fungsional dari endometrium yang sebelumnya dipersiapkan untuk menerima sel telur yang telah dibuahi atau zygot.
Lama menstruasi berkisar 2- 6 hari. Jangka waktu dari hari pertama haid sampai hari pertama haid berikutnya disebut daur haid atau siklus menstruasi. Siklus menstruasi dianggap normal apabila berlangsung diantara 21-45 hari lamanya, dan dikatakan teratur bilamana perbedaan dalam daur haid yang dialami seorang wanita tidak lebih dari satu minggu lamanya.
Perubahan-perubahan selama siklus menstruasi sangat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan yang berlangsung di dalam ovarium. Perubahan-perubahan yang berlangsung pada ovarium meliputi tiga tahap adalah (i) pra ovulasi (ii) ovulasi, dan (iii) pasca ovulasi. Tahap pra ovulasi adalah jangka waktu antara hari pertama haid sampai saat ovulasi. Lamanya tahap praovulasi dapat berubah- ubah pada seseorang dan berbeda diantara para wanita. Tahap pasca ovulasi adalah jangka waktu antara ovulasi sampai hari pertama haid berikutnya.
Pada hari-hari terakhir sebelum ovulasi, folikel Graaf bertambah besar dengan cepat dibawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15 mm. Bertepatan dengan perkembangan terakhir folikel Graaf, oosit primer, dimana pada saat itu masih dalam tahap diktioten melanjutkan dan mengahiri pembelahan miosis pertamanya.
Sementara itu permukaan ovarium menonjol setempat tanpa pembuluh darah dan disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan setempat dan degenerasi dari permukaan ovarium, cairan folikel merembes keluar melalui stigma yang berangsur-angsur membuka. Bila cairan yang keluar semakin banyak, tekanan di dalam folikel semakin berkurang dan oosit bersama sel cumulus ooforus yang mengelilinginya terlepas dan hanyut meninggalkan ovarium. Beberapa diantara sel-sel cumulus ooforus tersebut kemudian menyusun diri di sekeliling zona pellusida dan membentuk corona radiate. Pada saat oosit dengan cumulus ooforusnya dikeluarkan dari ovarium (ovulasi), pembelahan miosis pertama berakhir dan oosit sekunder memulai pembelahan miosis kedua.
Pada beberapa wanita, ovulasi disertai dengan sedikit rasa nyeri, dikenal dengan nama nyeri tengah, karena peristiwa itu normal terjadi dekat pertengahan daur menstruasi. Pada umumnya ovulasi juga disetai dengan peningkatan suhu tubuh, suatu peristiwa yang dapat diamati untuk membantu penentuan saat terjadinya ovulasi.
Untuk semua siklus menstruasi, lamanya tahap pasca ovulasi tetap sama adalah rata-rata 14 hari, adalah antara 12-16 hari lamanya. Oleh sebab itu panjang pendeknya daur menstruasi tidak ditentukan oleh tahap pasca ovulasi, melainkan oleh tahap pra ovulasi (gambar)
Siklus menstruasi
Pendek 1 10 24
Siklus menstruasi
Sedang 1 14 28
Siklus menstruasi
Panjang 1 24 38