Kekaisaran Romawi (
Latin:
IMPERIVM ROMANVM atau
Imperium Romanum) adalah sebuah entitas politik yang pernah berkuasa di
Italia saat ini dengan Roma sebagai pusat pemerintahannya. Walaupun kota
Roma telah berdiri sejak tahun
753 SM, perlu waktu 500 tahun bagi pemerintah Romawi untuk meneguhkan kekuasaannya hingga melewati semenanjung Italia.
Dalam proses memperluas kekuasaannya, Romawi berbenturan dengan
Kartago (pemerintahan yang didirikan tahun 814 SM oleh bangsa
Fenisia). Akibatnya, keduanya berperang dalam sebuah peperangan yang disebut
Perang Punic (264-241 SM). Perang ini berakhir dengan direbutnya kota
Kartago oleh Romawi pada tahun
146 SM, yang menandai permulaan dari dominasi pemerintahan Romawi di
Eropa, yang terus berkuasa dengan kekuasaan tertinggi selama enam
abad berikutnya.
Bagian selanjutnya akan menguraikan peristiwa-peristiwa besar (Major Event) yang terjadi selama Kekaisaran Romawi berdiri.
Pembubaran Republik Romawi (50 SM)
Julius Caesar dikenang sebagai kaisar Romawi paling sempurna (walaupun Roma masih merupakan sebuah republik semasa hidupnya dan jabatan kaisar belum dibentuk hingga ia meninggal). Ia memerintah
Republik Romawi beberapa tahun setelah penaklukan kekuatan terakhir bangsa galia di bukit alesia, hingga kematian tragisnya di sidang senat pada 44 SM.
Kekuasaan yang dimiliki
Julius Caesar didapatkannya ketika ia masih menjabat sebagai salah satu anggota
Triumvirat (sebuah dewan pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai, ketika itu :
Caesar, Pompei dan Crassus) sebagai pemimpin militer. Pada saat itulah ia memulai rencananya untuk merebut daerah luas di utara eropa yang dikuasai bangsa Galia dengan dukungan sahabatnya,
Pompei (106-48 SM).
Sejak dikalahkannya
Kartago, sekitar satu abad sebelum Caesar lahir, Republik Roma dipenuhi dengan perang saudara, pemberontakan kekuatan militer, korupsi, dan ketidak puasan terhadap dewan Senat sebagai pusat pemerintahan. Suatu kondisi politik yang kacau di sebuah republik yang berkuasa di laut tengah. Dengan berdirinya
Triumvirat, beberapa masalah mampu ditangani, walaupun Caesar menyadari bahwa sistem
republik sudah tidak layak dipertahankan.
Di tangan
Julius Caesar bangsa romawi mulai mewujudkan mimpinya untuk menyerang timur laut dan utara eropa. Ia mendesak perbatasan Romawi sampai ke daratan Inggris (Brittania) sehingga lebih dari separuh benua eropa berada di bawah kekuasaan Republik Roma. Namun kemenangan Caesar dianggap ancaman terhadap
republik oleh sebagian anggota Senat, bahkan
Pompei ikut mendukung Senat untuk melawan Caesar. Keadaan tersebut memaksa Caesar untuk melakukan Kudeta dan mengabaikan hukum pemerintahan
republik itu. Dari utara, Caesar bersama tentaranya menyerang dan merebut kota Roma dari tangan Senat, mengalahkan
Pompei dan mengejarnya sampai ke Mesir (dimana yang ia dapatkan hanya kepala
Pompei yg tersisa akibat pembunuhan yang dilakukan persekongkolan di mesir, hal tersebut sangat disesali oleh Caesar). Kemenangan Julius Caesar menjadikannya sebagai penguasa Roma dengan kekuasaan mutlak. Ia terus memerintah sampai tewas dibunuh oleh sekelompok orang yang masih mendukung
republik pada tahun 44 SM.
Julius Caesar mengubah perjalanan sejarah Roma - dan tentu saja, sejarah Eropa. Di Roma sendiri, ia menggulingkan pemerintahan republik (walaupun harus melakukan kudeta dan berperang melawan teman seperjuangannya, Pompeius magnus) dan menciptakan jabatan yang menurut faktanya adalah seorang
kaisar, yang dijadikan jabatan resmi oleh kemenakannya
Octavianus (63 SM-14 Masehi) ketika ia memegang kekuasaan setelah kematian pamannya. Tatkala Caesar baru mulai memerintah, Roma adalah penguasa utama di Laut Tengah. Pada waktu kematiannya, Roma juga menjadi pemerintahan adikuasa yang pertama di Eropa-atau boleh jadi di seluruh dunia (dengan pengecualian Persia dibawah
Cyrus dan Macedonia dibawah
Alexander).
Kelahiran Kekaisaran Romawi (30 SM)
Kaisar Augustus, Kaisar pertama sekaligus pendiri Kekaisaran Romawi
Setelah Julius Caesar tewas, ia digantikan oleh kemenakannya yang bernama
Octavianus. Namun bukan hanya jabatan besar, masalah-masalah besar pun turut diwariskan sang paman, selain mendapat banyak perlawanan dari saingan-saingannya, Octavianus juga harus membongkar skandal pembunuhan caesar yang dilakukan oleh sebuah sindikat persekongkolan yang dipimpin
Gaius Cassius dan
Markus Yunius Brutus. Oleh karenanya, ia sepakat untuk memimpin sebuah
Triumvirat (sebuah dewan pemerintahan yang terdiri atas tiga serangkai) bersama-sama
Marcus Lepidus (?-13 SM) dan
Marcus Antonius (83-30 SM).
Namun sekali lagi, pemerintahan Triumvirat ini tidak cukup berhasil, sehingga menimbulkan banyak masalah termasuk kisah percintaan Markus Antonius dengan ratu mesir
Cleopatra di kemudian hari. Cleopatra sendiri adalah pemimpin terakhir dari dinasti terakhir mesir (ptolemy), seorang ratu yang di masa sebelumnya juga pernah memiliki skandal percintaan dengan Caesar. Kita tinggalkan dulu
Cleopatra, setelah para pembunuh Julius Caesar berhasil ditangkap dan dihancurkan, Triumvirat sepakat untuk membagi kekuasaan secara geografis, dengan
Octavianus di
Eropa,
Lepidus di
Afrika dan
Antonius di
Mesir.
Di Mesir, Markus Antonius mengawali pemerintahannya di kota kosmopolitan
Alexandria, disanalah ia bertemu
Cleopatra (69-30 SM) yang kemudian ia nikahi (walau besar kemungkinan keduanya pernah bertemu di saat Caesar masih hidup). Perlahan tapi pasti, sahabat seperjuangan Julius Caesar ini mulai berpindah pihak. Ia menetapkan ketiga anaknya sebagai penggantinya dan sering kali ia menghadiahi istrinya dengan benda-benda yang mahal, bahkan timbul kabar angin bahwa ia akan menghadiahkan kota Roma (yang dikuasai Octavianus) kepada Cleopatra, sebagai hadiah.
Ketika kabar angin itu merebak dan terdengar oleh Octavianus, ia menjadi berang dan mendeklarasikan perang melawan Anthony. Kedua belah pihak berhadapan muka di Pertempuran Actium Pada tahun 31 SM. Pada pertempuran itu, pasukan Anthony berhasil di desak dan di kalahkan (Anthony dan Cleopatra kemudian mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri pada tahun 30 SM). Octavianus mendeklarasikan dirinya sebagai kaisar romawi dengan berbagai gelar baru, termasuk Imperator dan Kaisar Augustus (Augustus Caesar). Dengan pendeklarasian ini, maka Kekaisaran Romawi, puncak dari dominasi politik yang dibangun selama 7 abad, resmi berdiri. Tepatnya tahun 27 SM.
Tahun empat kaisar (69 Masehi)
Setelah Kasiar
Nero meninggal karena bunuh diri pada tahun
68, meletuslah suatu
perang saudara di Kekaisaran Romawi (perang saudara pertama sejak kematian
Antonius pada tahun 30 SM), masa yang dikenal juga dengan sebutan
Tahun empat Kaisar (Year of the four emperors). Antara bulan Juni 68 hingga bulan Desember 69, Kaisar Romawi berganti hingga 3 kali dalam satu tahun (Nero digantikan
Galba, Galba digantikan
Otho, Otho digantikan
Vitellius, Vitellius digantikan
Vespasian, penguasa pertama dari
dinasti Flavian). Periode perang saudara ini sendiri dianggap menjadi awal catatan hitam dalam sejarah Kekaisaran Romawi, karena akibat yang ditimbulkannya berimplikasi besar pada kestabilan politik dan militer Roma saat itu.
Krisis Pada Abad ke-3 (253 - 284)
Setelah Augustus mendeklarasikan berakhirnya
perang saudara pada abad ke-1 Sebelum
Masehi, Kekaisaran Romawi mengalami periode dimana perluasan daerah, kedamaian, dan kemakmurah ekonomi terasa diseluruh penjuru Kekaisaran (
Pax Romana). Namun pada abad ke-tiga, Kekaisaran dihadapkan pada sebuah krisis dimana serangan bangsa
bar-bar, perang saudara, dan
hiperinflasi terjadi dalam waktu yang bersamaan dan terus menerus, yang hampir menyebabkan runtuhnya Kekaisaran Romawi.
Kekacauan ini sala satunya disebabkan karena tidak adanya suatu sistem yang jelas yang mengatur tentang
pergantian kekuasaan (succesion) sejak
Augustus meninggal tanpa menunjuk penerus Kekaisaran (normalnya, kekuasaan akan diserahkan kepada anak sang kaisar, namun saat itu Augustus tidak memiliki anak). Hal ini menyebabkan kekacauan saat pergantian kekaisaran pada abad ke-1 dan ke-2, namun biasanya kekacauan yang terjadi tidak berlangsung lama.
Pada abad ke-3 ini, puncak kekaisaran dipimpin sekurang-kurangnya 25 Kaisar antara tahun 235 - 284 (biasa disebut
Kaisar-Militer (
Soldier-Emperor). Kebanyakan dari 25 kaisar ini tewas dibunuh atau terbunuh dalam konflik abad ke-3 ini. periode ini dianggap berakhir setelah
Diocletian berkuasa.
Penyebaran Agama Kristen di Romawi
Kurang lebih tiga abad setelah kematian
Kaisar Augustus (wafat pada tahun 14 Masehi), Roma yang berbentuk kekaisaran telah berkembang dengan pesatnya. Dengan wilayah yang luas dan kekuatan militer yang tak terkalahkan, kekaisaran Romawi menjadi kekaisaran terbesar di
dunia yang telah dikenal ketika itu, masa yang biasa disebut
Pax Romana, di mana pun terwujud.
Konstantin yang agung, atau dikenal juga dengan sebutan
Konstantin I
Pada saat inilah, agama
Kristen mulai tumbuh dan berkembang di Roma. Tidak seperti agama-agama sebelumnya, yang diwariskan dari generasi ke generasi sebagai ciri-ciri budaya suatu bangsa, agama Kristen secara aktif mempertobatkan mereka yang belum percaya. Agama Kristen bermula dari Timur Tengah dan menyebar hingga ke
Yunani dan
Mesir. Para utusan
Injil Kristen terutama murid Yesus, Petrus (?-67 Masehi), perintis penyebaran agama Kristen, bersama-sama Saulus dari Tarsus (5-67 Masehi), kini dikenal sebagai
Paulus, memberitakan agama yang baru itu ke seluruh wilayah Kekaisaran dan bahkan sampai ke Roma.
Pada awalnya, kedatangan agama baru ini bisa ditoleransi oleh orang Romawi. Namun pada perkembangan selanjutnya, orang Romawi mulai khawatir akan penyebaran agama Kristen yang begitu cepatnya. Mereka mengkhawatirkan agama ini akan memecahbelah persatuan bangsa Romawi. Maka dimulailah pembantaian terhadap orang-orang yang memeluk agama Kristen. Mereka dibunuh, ditindas atau dijadikan umpan singa di arena
sirkus. Meskipun demikian, gerakan-gerakan bawah tanah orang Kristen tetap aktif menyebarkan agama, mereka menjadikan Roma sebagai pusat gerakan mereka.
Hingga suatu ketika, keadaan ini berubah ketika
Constantinus (280-337 Masehi), yang memeluk agama Kristen, berkuasa. Di bawah kepemimpinannya, agama yang awalnya ditentang ini, mulai diterima dan bahkan dikembangkan. Bahkan, ia sempat menjadi penengah dalam sebuah perselisihan serius mengenai doktrin antara golongan barat dan timur dalam
Gereja. Ia mengundang para
uskup yang mewakili kedua golongan itu untuk menghadiri sebuah
Konsili Nicea tahun 325 Masehi. Di sana perbedaan-perbedaan di antara mereka diselesaikan.
Pengakuan Iman Nicea, yang naskahnya dibuat pada konferensi tersebut, menetapkan keyakinan-keyakinan Kristen yang mendasar yang dapat disepakati kedua golongan.
Selanjutnya, Constantinus mengambil sejumlah langkah untuk menyelamatkan orang Kristen dari kehancuran, baik sebagai akibat
penganiayaan eksternal ataupun perselisihan internal. Ia juga
menetapkan agama Kristen sebagai agama negara di seluruh pemerintahan Kekaisaran Romawi.
Karena jasa-jasanya itulah, agama tersebut mulai tersebar bahkan menjadi dominan di seluruh Eropa (karena ketika itu, Romawi menguasai hampir seluruh daratan Eropa).
Pembagian Kekaisaran Romawi (395)
Pembagian Wilayah oleh Diocletian (305).
Kaisar Romawi ketika itu,
Diocletian mulai mengalami kesulitan-kesulitan yang serius dalam menjalankan pemerintahannya diatas daerah yang sangat luas, kesulitan ini di antaranya :
- Daerah yang terlalu luas mengakibatkan koordinasi pusat dengan daerah lainnya terhambat, perlu waktu berbulan-bulan agar maklumat atau hukum dari pusat pemerintahan samapai ke daerah terpencil.
- Daerah yang terlalu luas itu juga mengakibatkan rendahnya pengawasan dan penjagaan dari serangan bangsa lain seperti Goth, Visigoth, Vandal dan Frank.
Diocletian melihat bahwa Kekaisaran Romawi tidak akan bisa bertahan jika dipimpin oleh satu pemerintahan saja, maka ia pun membagi Kekaisaran menjadi dua pada sekitar daerah timur
Italia (
lihat), dan menyebut pemimpinnya dengan sebutan
Augustus
- Kekaisaran Romawi Bagian Barat dengan Diocletian sebagai Augustus bagi Wilayah Barat
- Kekaisaran Romawi Bagian Timur dengan Maximian, sahabat karib Diocletian, sebagai Augustus wilayah Wilayah Timur
Walaupun begitu, kekaisaran Romawi pada saat itu
tetap menjadi suatu Kekaisaran tunggal, pemisahan menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur terjadi pada masa kepemimpinan
Theodisius I.
Tetrachy (Empat Pemimpin)(285 – 324)
Diocletian, pencetus pemisahan wilayah Romawi.
Setelah wilayah Kekaisaran Romawi dibagi menjadi dua wilayah. Pada tahun 293 masing-masing
Augustus memilih
kaisar muda yang disebut
Caesar (bedakan antara
Kaisar (
Emperor) dengan
Caesar) sebagai pembantu urusan administratif dan sebagai penerus Kekaisaran jika mereka meninggal;
Galerius menjadi Caesar dibawah Dioclotian dan
Constantius Chlorus dibawah Maximian. Konstitusi ini disebut
Tetrachy dalam ilmu pemerintahan modern.
Pada awalnya, sistem ini cukup berhasil mencegah kehancuran Kekaisaran Roma. Penurunan kekuasaan pun berlangsung dengan damai. Setiap
Caesar, dari barat ataupun timur, menggantikan
Augustus masing-masing dan mengangkat
Caesar Baru; Galerius mengangkat keponakannya
Maximinus, dan Constantius mengangkat
Flavius Valerius Severus sebagai
Caesar nya. Namun keadaan berubah ketika Constantius Chlorus meninggal pada tanggal 25 Juli 306. Pasukan Constantius di daerah Eboracum segera mengangkat
Constantine, anak Constantius, sebagai Augustus. Dan pada bulan agustus di tahun yang sama,
Galerius juga memutuskan untuk mengangkat Severus menjadi Augustus.
Ketika ketidakpuasan merajalela, Roma dihadapkan pada sebuah revolusi yang menginkan
Maxentius anak Maximian, menjadi Augustus (akhirnya ia menjadi Augustus pada tanggal 28 Oktober 306). Berbeda dengan yang lainnya, pengangkatan Maxentius ini didukung oleh pasukan
Praetorian. Hal ini menyebabkan Kekaisaran memiliki 5 pemimpin: Empat Augustus (Galerius, Constantine, Severus dan Maxentius) dan seorang
Caesar (Maximinus).
Dan pada tahun 307,
Maximian juga memproklamirkan dirinya sebagai Augustus, bersebelahan dengan anaknya Maxentius (sehingga secara total, ada 6 orang Augustus di Kekaisaran Romawi yaitu : Maximinus, Maximian, Maxitius, Galerius, Constantine dan Severus). Namun hal ini tidak disetujui oleh Galerius dan Severus, sehingga menimbulkan perang saudara di daerah Italia. Akhirnya, Serverus terbunuh di tangan Maxentius pada tanggal 16 September 307. Keduanya (Maximinus dan Maxentius) pun berusaha memikat Constantine untuk bekerjasama dengan cara menjodohkan Constantine dengan
Fausta, anak Maximian sekaligus kakak kandung Maxentius.
Keadaan semakin rumit ketika
Domitius Alexander, Vicarius (semacam Gubernur) dari Provinsi Afrika memproklamirkan diri sebagai Augustus pada 308. Melihat perkembangan ini, maka diadakanlah
Kongres Carnuntum yang dihadiri oleh Diocletian, Maximian, and Galerius. Kongres ini menghasilkan keputusan antara lain :
- Galerius menjadi Augustus di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur
- Maximinus menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur
- Maxentius tidak diakui, kepemimpinannya dianggap ilegal
- Constantine mendapat pengakuan, namun jabatannya di turunkan menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Bagian Barat
- Licinius menggantikan Maximian sebagai Augustus di Kekaisaran Romawi Wilayah Barat
Namun masalah terus berlanjut. Maximinus menuntut agar gelarnya sebagai Augustus dikembalikan. Akhirnya dia memproklamirkan dirinya kembali sebagai Augustus pada tanggal 1 Mei 310. Diikuti oleh Maximian yang memproklamairkan dirinya, untuk yang ketiga kalinya, menjadi Augustus. Namun ia (Maximian) tewas dibunuh oleh menantu-nya sendiri, Constantine, pada bulan Juli 310. Pada akhir tahun 310, Kekaisaran Romawi masih dipimpin oleh 4 Augustus resmi (Galerius, Maximinus, Constantine, dan Licinius) dan seorang Augustus ilegal (Maxentius)
Galerius, dalam koin Romawi.
Galerius tewas pada bulan Mei 311 meninggalkan Maximinus sebagai penguasa tunggal Kekaisaran Romawi Wilayah Timur. Disaat bersamaan, Maxentius mendeklarasikan perang terhadap Constantine, yang telah membunuh ayahnya (Maximian adalah ayah kandung Maxentius). Namun peperangan itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Ia tewas dalam suatu pertempuran melawan Constantine,
Pertempuran di Jembatan Milvian, pada tanggal 28 Oktober 312.
Akibat kematian Maxentius, Augusti (kata jamak dari Augustus) hanya bersisa 3 orang; Maximinus, Constantine, dan Licinius. Licinius kemudian menikahi Constantia, adik Constantine, untuk mengikat persahabatan dengan Constantine.
Pada bulan Agustus 313, Maximinus tewas di daerah
Tarsus,
Cilicia. Augusti yang tersisa (Licius dan Constantine) akhirnya sepakat membagi 2 wilayah Kekaisaran Romawi, seperti yang dilakukan oleh Diocletian; Constantine di Kekaisaran Romawi Bagian Barat, dan Lucius di Kekaisaran Romawi Bagian Timur.
Pembagian kekuasaan ini berlangsung selama sepuluh tahun. Samapai pada tahun 324, peperangan antara dua Augusti yang tersisa terjadi. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Lucius, menjadikan Constantine sebagai penguasa tunggal di seluruh Kekaisaran Romawi.
Kemudian Constantine memutuskan bahwa Kekaisaran yang hampir musnah ini, membutuhkan ibukota baru sebagai pusat pemerintahan. Ia memutuskan memindahkan pusat pemerintahan ke Kota kuno
Byzantium dan mengubah namanya menjadi
Nova Roma (namun dikemudian hari, kota ini dikenal dengan
Constantinople, kota Constantine). Constantineople terus menjadi pusat pemerintahan Constantine yang agung sampai kematiannya pada tanggal 22 Mei 337.
Theodosius I, Kaisar Terakhir (395)
Theodosius mempunyai dua putra (
Arcadius dan
Honorius) dan seorang putri bernama Pulcheria, dari istri pertamanya, Aelia Flacilla. Putri dan istrinya pertamanya kemudian tewas pada tahun 385. Dari istri keduanya, Galla, dia mendapatkan seorang putri, Galla Placidia, ibu dari Valentinian III, seseorang yang kemudian menjadi Kaisar di Kekaisaran Romawi Barat.
Setelah kematiannya pada tahun 395, kekuasaannya dibagi kepada dua anaknya Arcadius dan Honorius; Arcadius menjadi penguasa Kekaisaran Romawi Timur, dengan ibukota Konstantinopel, dan Honorius menjadi penguasa di Barat, dengan ibukota Milan. Pembagian ini dianggap sebagai akhir dari Kekaisaran Romawi yang Tunggal.
Pertempuran Adrianople (378)
Pertempuran Adrianople (9 Agustus 378) adalah pertempuran antara Tentara Romawi yang dipimpin Kaisar Valens dan suku Jerman (
Germanic Tribes, kebanyakan berasal dari suku Visigoths dan Ostrogoths) dipimpin oleh Fritigern. Pertempuran terjadi di daerah Adrianople dan berakhir dengan kekalahan telak Kekaisaran Romawi. Pertempuran ini mengakibatkan tewasnya
Kaisar Valens.