Secara geografis, penyebaran harimau nyaris menjangkau seluruh asia, yaitu dari Turki timur sampai laut Okhotsk. Dalam kurun waktu 50 tahun belakangan ini, wilayah hidup mereka telah banyak berkurang. Namun, harimau masih dapat dijumpai di beberapa macam jenis hutan termasuk hutan kering (dry deciduous), Hutan lembab (mouist deciduous), hutna semi hijau ( semi evergreen), hutan hijau basah ( wet evergreen), sungai, rawa-rawa dan hutan bakau. Mereka juga dapat dijumpai di hutan-hutan bertanaman coniferous di East Rusia, di habitat berumput tinggi di Himalaya Selatan, serta dihutan-hutan tropis yang ada di Sumatra dan Malaysia. Harimau-harimau tersebut menunjukan toleransi yang sama terhadap variasi ketinggian, temperature dan curah hujan.
Harimau yang dijumpai di beberapa jenis hutan dan iklim ini menunjukan bahwa habitat pada hakikatnya bukanlah element penting dalam sejarah evolusi harimau. Namun keragaman garis tigris dari macan Phantera ini memungkinkan besar karena mereka mengikuti penyebaran cervid dan bovid di Asia tenggara pada jaman Pleistocence. (flerov 1960; Geist 1971). Sebagaimana halnya dengan evolusi ungulate berukuran besar (Misalnya: Axis, Rusa, Cervus, Bos) yang menciptakan Wilayah baru bagi hewan pemangsa berbadan besar yang hidup di pinggir hutan.
Pleistocence merupakan jaman es (glaciation) dan iklimnya berfluktuas secara ekstrim, sedikitnya empat masa glacial muncul berseling dengan masa interglacial yang lebih hangat. Suhu dingin yang berkaitan dengan jaman es diperkirakan palign berat menimpa daerah garis lintang utara; sedangkan didaerah tropis, efek yang paling jelas adalah perubahan tinggi permukaan air laut.
Pada masa glacial air membeku seperti es, permukaan laut menurun sehingga menghasilkan daratan kering baru yang luas. Pada saat iklim menjadi hangat, lapisan-lapisan es meleleh dan menaikan permukaan air laut dan kembali menaikan jembatan darat. Di asia tenggara pulau-pulau yang berada di dasar Selat sunda – antara lain: Sumatra, Jawa dan Borneo-secara bergantian tergabung karena es yang terbentuk kemudian terpisah lagi saat es meleleh. Bagi binatang mamalia besar; Pleistocence merupakan jaman yang penuh dengan kekacauan. Tingkat spesiasi dan kepunahan meningkat empat kali lipat dibanding dengan jaman tersier, dan bebebrapa grup mamalia mengalami ledakan penyebaran (kurten 1971; Geist 1983)
Rusa berkembang biak dengan baik selama jaman Pleistocence. Dari pusat perkembangan mereka di Asia jenis keturunan cervids yang hidup di hutan dan berbadan kecil ini mirip dengan muntjac yang ada sekarang, mereka menyebar dan menempati berbagai jenis wilayah. Ukuran tubuh dan kompleksitas anler meningkat sebagai cervids yang dibedakan kedalam habitat di pinggiran hutan dan padang rumput. Gigi geraham Hypsodont yang panjang pada hewan Chital, Babi rusa (Hogdeer) dan Barangsingha, berkembang pada saat spesies-spesies ini berubah menjadi hewan pemakan rumput di pinggiran hutan, atau lebih di khususkan lagi pemakan rumput di savana dan tanah berawa-rawa (Geist, 1983), meskipun demikian pada masa sekarang ini, sebagian besar dari 14 spesies cervid atau lebih membawa sifat bawaan turunan untuk tetap tinggal di hutan dan mendiami habitat hutan padat, daerah hutan terbuka atau pinggiran hutan.
Keluarga Bovid Juga dibedakan menjadi aneka jenis spesies yang luas di benua Asia saja, terdapat sekitar 50 genera. Awal masa Pleistocence ditandai dengan munculnya bovine, lembu, bison dan buffalo (banteng) (Kurten, 1971). Dengan mendiami habitat yang lebih terbuka, bovids ini berkembang dengan memiliki gigi yang besar (High Crowned teeth), yag mana lebih kuat untuk mengunyah rumput silika (silica-laden-grasses). Kelompok lembu liar di masa kini berjumlah tiga spesies yang dapat dijumpai di india dan asia tenggara. Banteng adalah hewan yang hidup di hutan kering terbuka dan lapangan yang ada di tengah hutan (glades); kouprey; sekarang hampir puna, ia hanya dapat dijumpai di hutan kering terbuka, sedangkan Gaur lebih menyukai habitat hutan yang lebih padat, mereka keluar dimalam hari untuk memakan rumput di tanah terbuka dan juga dilapangan yang ada di tengah hutan (glades) (Wharton 1957)
Penelitian terhadap penyebaran cervid di Asia Selatan menunjukan bahwa curah hujan tahunan yang kurang dari 500 mm adalah kondisi yang secara umum terlalu kering untuk sebagian cervid. Pada keragaman dan jumlah Cervid akan berkurang jika kondisi alamnya terlalu basah. Dalam hutan tropis di Asia Selatan terrestrial biomass hewan berkuku (unglate) akan berkembang jika curah hujan tahunan mencapai sekitar 1900 mm. Sedangkan jika curah hujannya diatas 1900 mm/tahun maka akan memutuskan hubungan positif antara curah hujan dengan unglate biomass. Hutan tropis sejati memungkinkan produktifitas primer yang kecil pada tingkat dasar dan biomassa binatang mamalia didominasi oleh aboral herbivores seperti hewan primates. Sebagai contoh Taman Nasional Gunung Lauser di Sumatra yang secara tipikal menerima curah hujan lebih dari 2000 mm selama setahun, memiliki enam spesies primata namun hanya sedikit dihuni oleh unglate (contoh: sambar, babi hutan, muntjac) yang muncul dengan tingkat kepadatan yang sangat rendah.
Daerah yang memiliki jumlah unglate biomass terbanyak di Asia selatan adalah daerah dimana tanah rumput dan hutan membentuk suatu mozaik dan interdigitasi beberapa jenis tumbuhan yang berbeda sehingga mendukung kekayaan komunitas unglate. Perubahan aliran sungai, peristiwa kebakaran dan gangguan antrophogenic lain sangat mempengaruhi perkembangan jumlah habitat pinggiran yang disukai beberapa spesies unglate. Demikian pula dengan jumlah populasi harimau yang sangat tergantung pada jumlah biomasa mangsa yang tersedia.