Di saat kita mengintrospeksi diri dan sadar akan apa yang kita pikirkan, terdapat wilayah tertentu di otak yang aktif tanpa kita sadari.
Sebuah daerah spesifik di otak tampak menjadi lebih besar pada individu yang pandai mengubah pikiran mereka dan merenungkan keputusan mereka, demikian menurut penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Science. Tindakan introspeksi – atau “berpikir tentang pikiran anda” – adalah sebuah aspek kunci dari kesadaran manusia, meskipun para ilmuwan telah mencatat banyak variasi dalam kemampuan masyarakat untuk mengintrospeksi.
Studi baru ini diterbitkan dalam jurnal Science edisi 17 September. Science diterbitkan oleh AAAS, masyarakat ilmu pengetahuan yang bersifat nirlaba.
Dalam temuan mereka, tim peneliti yang dipimpin oleh Prof Geraint Rees dari University College London, menunjukkan bahwa volume materi abu-abu di korteks prefrontal anterior dari otak, yang terletak tepat di belakang mata kita, merupakan indikator kuat seseorang memiliki kemampuan introspektif. Selain itu, mereka mengatakan bahwa struktur materi putih yang tersambung ke daerah ini juga terkait dengan proses introspeksi
.
Bagaimanapun juga, ini masih belum jelas, bagaimana hubungan antara introspeksi dan dua jenis materi otak benar-benar bekerja. Temuan ini tidak berarti bahwa individu dengan volume materi abu-abu lebih besar di wilayah otak mengalami – atau akan mengalami – pemikiran introspektif lebih dari orang lain. Tapi, mereka membangun hubungan antara struktur materi abu-abu dan putih di korteks prefrontal dan berbagai tingkat introspeksi yang dialami individu.
Di masa depan, penemuan tersebut dapat membantu para ilmuwan memahami bagaimana cedera otak tertentu mempengaruhi kemampuan individu untuk merenungkan pikiran dan tindakan mereka sendiri. Dengan pemahaman seperti itu, akhirnya memungkinkan bagi perawatan yang tepat pada pasien, seperti korban stroke atau mereka yang mengalami trauma otak serius, yang mungkin tidak memahami kondisi mereka sendiri.
“Ambil contoh dua pasien dengan penyakit mental – yang satu menyadari penyakitnya dan yang satunya lagi tidak,” kata salah seorang penulis studi tersebut, Stephen Fleming dari Universitas College London. “Orang pertama adalah mungkin untuk mengambil obatnya sendiri, tetapi orang kedua kurang kemungkinannya. Jika kita memahami kesadaran diri pada tingkat neurologis, maka mungkin kita juga bisa mengadaptasi perawatan dan mengembangkan strategi pelatihan bagi pasien.”
Studi baru ini lahir dari kolaborasi antara kelompok Rees, yang menyelidiki kesadaran, dan kelompok lain dari University College London yang dipimpin oleh Prof Ray Dolan, yang mempelajari pengambilan keputusan. Fleming, bersama dengan co-author Rimona Weil, merancang suatu percobaan untuk mengukur kinerja kedua individu pada tugas, serta bagaimana individu merasa yakin tentang keputusannya selama tugas. Dengan mengambil catatan dari seberapa akurat peserta studi mampu menilai keputusan mereka sendiri, para peneliti mampu mendapatkan informasi tentang kemampuan mawas diri peserta.
Untuk memulainya, Fleming dan Weil merekrut 32 peserta manusia yang sehat dan menunjukkan pada mereka dua layar, masing-masing berisi enam lapisan bermotif. Bagaimanapun juga, salah satu layar berisi lapisan tunggal yang lebih cerah daripada yang lainnya. Para peneliti meminta para peserta mengidentifikasi layar berisi lapisan cerah, dan ini nantinya untuk menilai bagaimana mereka merasa yakin tentang jawaban akhir mereka. Setelah percobaan, otak peserta dipindai dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik, atau MRI.
Fleming dan para peneliti merancang tugas yang lebih sulit, sehingga peserta tidak pernah benar-benar yakin apakah jawaban mereka benar. Mereka beralasan bahwa peserta yang pandai introspeksi akan percaya diri setelah membuat keputusan yang tepat tentang lapisan, dan kurang percaya diri ketika mereka salah tentang lapisan. Dengan menyesuaikan tugas, para peneliti memastikan semua kemampuan pengambilan keputusan peserta adalah setara dengan satu sama lainnya – hanya pengetahuan peserta tentang kemampuan pembuatan keputusan mereka sendiri yang berbeda.
“Seperti acara, ‘Who Wants to Be a Millionaire?’” kata Weil. “Sebuah kontestan introspektif akan pergi dengan jawaban akhirnya ketika mereka cukup yakin, dan mungkin menelepon seorang teman ketika mereka tidak yakin. Tapi, kontestan yang kurang introspektif tidak akan lebih efektif menilai bagaimana kemungkinan jawaban mereka benar.”
Jadi, meskipun masing-masing peserta melakukan tugas sama baiknya, kemampuan introspektif mereka sangat bervariasi, menurut para peneliti. Dengan membandingkan MRI scan otak masing-masing peserta, mereka kemudian bisa mengidentifikasi hubungan antara kemampuan introspektif dan struktur area kecil dari korteks prefrontal. Sebuah kemampuan meta-kognitif, atau “berpikir lebih tinggi” seorang individu secara signifikan berkorelasi dengan jumlah materi kelabu di korteks prefrontal anterior kanan dan struktur tetangga materi putih, demikian yang ditemukan oleh Rees dan timnya.
Temuan ini, bagaimanapun juga, bisa mencerminkan perbedaan bawaan dalam anatomi kita, atau secara alternatif, efek fisik dari pengalaman dan belajar pada otak. Kemungkinan terakhir menimbulkan prospek menarik yang mungkin ada cara untuk “melatih” kemampuan meta-kognitif dengan memanfaatkan sifat wilayah korteks prefrontal yang mudah dibentuk. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi komputasi mental di balik introspeksi – dan kemudian menghubungkan komputasi ini pada proses biologis yang sebenarnya.
“Kami ingin tahu mengapa kita menyadari beberapa proses mental selagi yang lain diproses dalam ketidaksadaran,” kata Fleming. “Mungkin ada berbagai tingkat kesadaran, mulai dari yang hanya memiliki pengalaman, hingga pada merenungkan pengalaman itu. Introspeksi adalah akhir lebih tinggi dari spektrum ini – dengan mengukur proses ini dan menghubungkannya dengan otak kami berharap untuk mendapatkan wawasan ke dalam biologi pikiran sadar.”
http://www.faktailmiah.com/2010/09/18/materi-otak-yang-terkait-dengan-pemikiran-introspektif-struktur-korteks-prefrontal-membantu-manusia-memikirkan-pikiran-sendiri.html