DETIKPOS.net - KONDISI perekonomian warga di empat kabupaten (Sleman, Magelang, Klaten, Boyolali) yang berada di lereng Merapi nyaris lumpuh sejak Merapi aktif 20 hari lalu. Pemerintah secara resmi memang belum memberikan data resmi total kerugian di empat kabupaten. Kendalanya, proses pendataan kerusakan memang tidak gampang. Sebab, bahaya awan panas sewaktu-waktu bisa mengancam nyawa petugas.
Jawa Pos yang beberapa kali ikut naik mendampingi proses pencarian data maupun evakuasi jenazah merasakan langsung betapa Merapi sukar ditebak. "Untuk pendataan memang ada kendala faktor alam, kita juga memperhitungkan keselamatan petugas," kata Sutopo Purwo Nugroho, Direktur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB.
Meski begitu, BNPB sudah berkoordinasi dengan pemerintah empat kabupaten untuk melakukan cek kerugian berdasar data statistik yang sudah ada. "Ini masih proses, nanti akan jadi acuan nasional kalau sudah fixed," tambahnya.
Menghitung kerugian akibat erupsi memang bukan pekerjaan gampang. Sebab, hampir tiap sektor ada hitung-hitungan angkanya sendiri. Sektor pertanian misalnya, kerugian di empat kabupaten (Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali) diperkirakan tembus Rp 1 Triliun. Di Sleman, Dinas Petanian setempat menghitung sekitar Rp 232 M. Itu dilihat dari luas lahan siap panen yang terdampak.
Kerugian paling besar dialami para petani salak pondoh yang diperkirakan mencapai sekitar Rp 200 miliar dengan luas 1.400 hektar, kemudian tanaman padi Rp 1,7 miliar dengan luas lahan 170 hektar, tanaman hias Rp 1 miliar, holtikulturan dan sayur-sayuran mencapi Rp 30 miliar di luas lahan 700 hektar.
Di Magelang, hitungan kerugian mencapai Rp 247 M. Luas lahan yang tanamannya mengalami kerusakan akibat debu vulkanis mencapai 33.605 hektare. Di Klaten dan Boyolali, angkanya juga tak selisih jauh. Di sektor peternakan, data Kementerian Pertanian (Kementan) per tanggal 14 November 2010 tercatat terdapat 1.962 ekor sapi dan kerbau yang telah teridentifikasi mati akibat letusan Gunung Merapi.
Jika harga satu sapi dihargai sedikitnya Rp 10 juta per ekor, maka kerugian yang harus ditanggung mencapai kurang lebih Rp 20 miliar. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Prabowo Respatiyo mengatakan ternak yang mati itu mencakup sapi perah, sapi potong dan kerbau. Angka ini mencakup di daerah rawan 20 kilometer dari puncak Gunung Merapi yaitu di Kabupaten Sleman, Klaten, Magelang dan Boyolali.
Prabowo menambahkan total ternak yang terancam erupsi Gunung Merapi mencapai 61.884 ekor, namun di antaranya sudah dievakuasi 6.787 ekor. Sementara tercatat sebanyak 243 ekor sapi dan kerbau yang telah dijual sendiri oleh peternak melalui pedagang. Dari sektor kehutanan, 867 hektar hutan di kawasan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman rusak dengan total kerugian mencapai Rp 33 miliar akibat erupsi gunung tersebut.
Hutan negara di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Cangkringan yang mengalami kerusakan mencapai 310 hektare dengan kerugian sekitar Rp 17 miliar. Kawasan tersebut juga harus ditutup hingga waktu yang belum ditentukan.
Di areal hutan seluas 310 hektare itu terdapat 247.520 jenis pohon yang mengalami kerusakan akibat terjangan awan panas dan material vulkanik yang disemburkan Gunung Merapi. Setiap hektar hutan memiliki 800 pohon yang terdiri atas pohon pinus, kina, dadap, tegakan manisrejo, kemlanding gunung, pakis, pesek, sowa, cemara gunung, akasia, dikaren, bintami, edelweis, dan berbagai jenis bamboo.
Ditambah lagi, kerusakan hutan rakyat seluas 210 hektar. Hutan rakyat yang rusak terdapat di kawasan Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo, Cangkringan, dengan total kerugian sekitar Rp 11 miliar. Jenis pohon yang rusak di kawasan tersebut di antaranya akasia, sengon, mindi, dan berbagai jenis bamboo.
Sedangkan untuk kebun rakyat, seluas 347 hektar di kawasan Cangkringan dan Pakem rusak dengan sekitar Rp 5 miliar. Tanaman perkebunan yang rusak antara lain kopi, cengkeh, kelapa, dan lada.
Dari sektor pariwisata dan perhotelan, kawasan Kaliurang, Sleman lumpuh total. Dihitung kasar dari ratusan kamar hotel per hari, kerugian bisa mencapai miliaran rupiah.
Selain itu, sedikitnya 15 pasar tradisional di Kabupaten Sleman, Jogjakarta dan Klaten, Jawa Tengah lumpuh. Harga sayuran dan sembako juga naik akibat seretnya pasokan atau distribusi dari daerah lain menuju Jogjakarta.
Misalnya, Pasar Kejambon, Sindumartani Ngemplak, Pasar Bimomartani Ngemplak, Pasar Jangkang Ngemplak, Pasar Umbul, Umbulmartani, Pasar Pakem, Pasar Kaliurang, Pasar Srowolan Purwobinangun, Pasar Turi, pasar Balerante, Pasar Ngablak Bangunkerto Turi, Pasar Bronggang dan Pasar Butuh Cangkringan. Di Klaten misalnya, pasar Manisrenggo, pasar Kembang dan pasar Surowono Kemalang.http://www.detikpos.net/2010/11/merapi-15-november-2010-kerugian-akibat.html